Mimpi Dalam Mimpi



Jalanan lama yang kerap kita lalui, telah hilang bersama rasa yang tak pernah kau amini. Ketika kenyataan mendahului harapan, kau memutuskan pergi menggenggam bersama kenangan. Dari situ aku tersadar, sulitnya mencintai perempuan yang tak memiliki perasaan.

Seolah aku sedang bertengkar dengan keadaan bahwa mencintaimu tak perlu tujuan. Walaupun aku tau pada akhirnya angan hanya akan tetap menjadi angan dan tatapan akan menjadi ratapan.  Aku ingin segera berjumpa kembali dengan pekatnya malam setelah seharian berusaha mencari celah untuk menjajah hatimu secara perlahan, aku ingin segera berbaring dan bermimpi menatap indahnya matamu seraya mengatakan “kamu adalah mimpiku walau kutahu aku sedang bermimpi”.

 Betapa egoisnya aku, memaksakan apa yang tak bisa kupaksakan walau ku tahu yang kulakukan hanya akan menambah goresan. Perlahan khayalan untuk hidup bersamamu kian memudar, bukan menyerah hanya saja tau batasan. Sekedar ingin mendoktrin diri sendiri bahwa cinta yang bekerja secara mandiri tak perlu balasan untuk terlihat sopan dalam memberi perasaan. Kini aku sadari, pertemanan dengan malam tak pernah mengecawakan.

 Ia selalu memberi gambaran tentang apa yang akan terjadi di kehidupan yang kelam. Tanpa aba-aba ia menelusuk ke dalam benteng pertahanan hati yang paling dalam sembari memantapkan seraya mengatakan “Dia membutuhkanmu sebagai "PANGERAN”. 

 Aku sudah muak dengan bisikan malam yang seolah tiada hentinya berusaha merangkul kepingan-kepingan harapan atas hancurnya perasaan cinta yang tak terbalaskan. Kini menerima kenyataan adalah materi yang sangat rumit untuk dimengerti bahwa mencintaimu hanya sekedar mimpi bahkan di dalam mimpi. 

 -r-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ilusi Kopi

         Pukul satu pagi, dari kedai kopi yang masih memberiku kesempatan memasuki ruang rindu sembari bertanya, adakah aku dihatimu setelah...