Terbiasa Untuk Biasa

             Setelah banyak berdiskusi dengan Sang Maha Pengasih, menanam benih dalam hatimu menjadi kunci karena kelak akan kusampaikan pada sunyi bahwa mencintaimu adalah takdir paling bahagia yang pernah kumiliki.

Semerbak melati, sewangi aroma kopi di malam hari.

Aku ingin kau tahu bahwa rasa yang mengikatku akan mendarat tepat pada celah dinding hatimu. Tunggu saja, semoga tenang menyertaiku agar tetap terbiasa untuk biasa melihat bidadari paling sempurna sejagat raya.

Kubiarkan senyummu manari indah diatas derita rasa, kunantikan gemerlap cerahnya cahaya pada bola mata yang akan menerangi gelapnya fatamorgana cinta. Mengandalkan angin yang bekerja sama dengan laut kusampaikan rasa cintaku pada ombak bahwa memilikimu adalah harapan untukku agar tetap bisa bersajak.

Semerbak mawar, sehampa teh di pucuk tawar.

Harapanku tak pernah lepas dari waktu, kuserahkan anganku untuk bisa bersanding denganmu. Bahkan jika bukan aku pilihanmu mungkin tugasku hanyalah sebatas mendoakanmu, bukan membahagiakanmu. Kini aku pastikan bahwa dasar untuk mencintaimu adalah rindu, karena ketika aku pergi jauh kembaliku hanyalah untuk dirimu.

Semerbak kenanga, seindah tawamu yang terlukis indah bersama luka.

Hari itu aku memutuskan untuk menghela nafas dalam-dalam sembari mencari serpihan rasa yang ingin kusampaikan. Tatapan candu mata indahmu menggoyahkan seluruh sendi yang tertanam pada tubuhku. Satu per satu kucoba rangkai kalimat sakral penuh rasa akan cinta pada indahnya sebuah mahligai bahasa. Kusampaikan dengan pita suara terbaik yang pernah kupunya. Sekarang semuanya sedang kupertaruhkan pada pertemanan, persahabatan, harapan hingga goresan jika yang kulakukan pada akhirnya harus kembali terbiasa untuk biasa.


-r-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ilusi Kopi

         Pukul satu pagi, dari kedai kopi yang masih memberiku kesempatan memasuki ruang rindu sembari bertanya, adakah aku dihatimu setelah...